Rabu, 08 Oktober 2008

Pilih Hisab atau Rukyat ?

Belakangan ini umat muslim khususnya di indonesia sering gempar dengan adanya perbedaan hari perayaan Idul Fitri. Nah, saya ingin menjlentrehkan mengenai penetapan awal dan akhir puasa ini.
Ada dua cara yang disepakati oleh jumhur ulama untuk menentukan awal dan akhir puasa. Yakni (1) melihat bulan (hilal) atau (2) dengan menyempurnakan hitungan bulan sya'ban sebanyak 30 hari apabila ada hal-hal yang menjadi penghalang untuk melihat hilal pada malam ke tiga puluh karena adanya mendung, awan atau yang lainnya. Sebagaimana yang dikatakan DR. Ahmad al-Syarbashi seorang dosen di Universitas al-Azhar Mesir (Yas'alunaka fi al-Din wa al-Hayah Juz IV, hal 35).
Kesimpulan ini diperoleh dari hadits nabi SAW yang artinya:
"Berpuasalah kalian apabila telah melihat bulan, dan berbukalah (tidak berpuasa) kalian apabila telah telah melihat bulan. Namun, jika pandanganmu terhalang oleh awan, maka sempurnakanlah bulan sya'ban itu sampai 30 hari".(Shahih al-Bukhari.[1776])
Oleh karena itu seseorang dilarang memulai puasa ataupun mengakhirinya sebelum ada ru'yah.
Bukti-bukti diatas menunjukkan bahwa untuk menentukan awal dan akhir puasa Ramadhan adalah dengan ru'yatul hilal (melihat bulan) merupakan cara yang diajarkan nabi Muhammad SAW.
Namun, masih ada sebagian umat muslim mengingkari ru'yah dan lebih memilih menggunakan hisab (perhitungan), mereka mengatakan bahwa nabi menggunakan ru'yah dikarenakan terpaksa, sebab umat beliau pada waktu itu tidak mampu menulis , membaca serta melakukan hisab. Mereka melemahkan pendapat ru'yah dengan menggunakan hadits :
"Dari Ibn Umar RA, nabi SAW, bahwa beliau bersabda, "Kami adalah umat yang tidak dapat menulis dan berhitung. satu bulan itu seperti ini, seperti ini". Maksudnya satu saat berjumlah 29 dan pada waktu yang lain mencapai 30 hari." (Shahih al_Bukhari, [1780])
Mereka mengatakan ru'yah dilakukan untuk memudahkan kaumnya agar tidak menemui kesulitan ketika akan memulai dan mengakhiri puasanya, sehingga penggunaan ru'yah sudah tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang, karena sekarang sudah banyak ahli hisab. dan juga fasilitas untuk melakukan hisab sudah tersedia, sehingga tidak sulit lagi untuk melakukannya.
Menjawab keraguan ini, tentu kita harus kembali pada sejarah, benarkah semua sahabat nabi tidak bisa membaca dan menulis? dan apakah pada zaman nabi tidak ada ahli ilmu hisab sehingga harus menggunakan ru'yah?. Jawabnya tentu tidak, karena pada zaman nabi telah ada sahabat yang mahir dalam ilmu hisab, semisal Ibnu Abbas. (Menentukan Awal dan Akhir Puasa Ramadhan dengan Ru'yah dan Hisab, 16-20).
Dengan alasan inilah, maka keraguan tersebut dapat terbantahkan. dari itu, penentuan awal dan akhir Ramadhan adalah dengan Ru'yah, bukan dengan hisab.

abuya alkhawarizmi